a. Tradisi
masyarakat pra-aksara kepulauan Indonesia masa berburu dan meramu
• Tradisi perekonomian
Kehidupan manusia pada periode ini sangat tergantung pada alam. Dalam hal
menghasilkan makanan, manusia banyak menggantungkan diri pada bahan makanan
yang disediakan alam. Bukti-bukti tentang perekonomian yang berkembang di
seluruh kepulauan Indonesia pada waktu itu hingga kira-kira 2.500 SM menunjukkan
tradisi perekonomian yang lebih bergantung pada aktivitas berburu dan
mengumpulkan makanan.
• Tradisi sosial
Manusia lebih memilih daerah dataran rendah atau padang rumput dengan semak
belukar dan hutan kecil yang terletak berdekatan dengan sungai atau danau
sebagai tempat tinggal. Mereka tinggal dalam kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari empat atau lima keluarga (20-30 orang). Mereka berpindah
secara musiman dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada waktu-waktu
tertentu mereka diduga menemui kelompok lain untuk melakukan kegiatan
upacara-upacara tertentu.
• Tradisi pembuatan alat penunjang kehidupan
Masyarakat pra aksara kepulauan Indonesia pada periode ini banyak
meninggalkan beragam peninggalan budaya material berupa alat-alat
fungsional penunjang kehidupan mereka. Dari hasil penelitian arkeologi
diketahui bahwa alat-alat penunjang kehidupan masyarakat pra aksara pada
periode ini sebagian besar terbuat dari kayu, batu, tulang, dan kulit
kerang. Untuk alat yang terbuat dari kayu memang tidak ditemukan
peninggalanya (karena mudah lapuk), tetapi dapat dipastikan kayu merupakan
alat fungsional utama mereka. Di kepulauan Indonesia peninggalan alat-alat
tersebut sangat banyak ditemukan.
Tradisi penggunaan alat-alat batu sebagai penunjang utama kehidupan manusia
berkembang sebelum munculnya tradisi tembikar (preceramic). Industri alat
batu ini terutama berupa alat batu yang diserpih yang pada umumnya tidak
diasah. Tradisi alat batu serpih yang tidak diasah ini kemudian berkembang
menjadi tradisi alat-alat dari kerakal batu (pebble) yang diasah tajamnya
serta diperhalus. Semua tradisi alat-alat batu tersebut berasal dari kala
Pleistosen akhir.
Tradisi penggunaan alat tulang sebagai alat penunjang kehidupan manusia
dibuktikan dengan ditemukannya berbagai jenis peralatan yang berasal dari
berbagai jenis tulang dengan bentuknya yang beragam. Temuan-temuan itu
antara lain terdapat di tepian danau Mindanau (Minahasa) berupa lancipan
tulang yang tertimbun bersama sampah kerang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tradisi masyarakat pra aksara
Indonesia pada awalnya didominasi oleh tradisi membuat alat-alat fungsional
yang terbuat dari kayu, batu, tulang dan kulit kerang sebagai upaya mereka
untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok berupa makanan. Tradisi berkaitan
dengan kehidupan politik, seni, dan kepercayaan belum berkembang.
• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan kepercayaan
Kepercayaan manusia yang berkaitan dengan tradisi penyembahan sebagaimana
yang berkembang pada masa-masa kemudian belum ada pada periode ini. Tidak
terdapat bukti arkeologis yang mengungkap tentang dimensi religi masyarakat
masa berburu dan meramu.
b.Tradisi masyarakat pra-aksara
kepulauan Indonesia masa epi-paleolitik dan berburu
• Tradisi ekonomi
Dalam hal menghasilkan makanan, kebiasaan sebelumnya tetap dominan
dilakukan. Masyarakat masih menggantungkan diri pada bahan makanan yang
disediakan alam. Dalam hal ini, aktivitas berburu merupakan kegiatan
utama manusia dalam upaya mereka menghasilkan makanan. Dalam hal pemilihan
makanan, berbagai jenis tumbuhan dan makanan laut seperti ikan, kerang,
burung laut dan hewan laut lainnya semakin penting dalam daftar makanan
mereka. Di Indonesia timur pada periode ini ditemukan bukti bahwa ada
kebiasaan masyarakat mengkonsumsi sejenis tikus raksasa (sekarang sudah
punah) serta memakan areca (buah pinang).
• Tradisi sosial
Jika sebelumnya manusia lebih memilih daerah dataran rendah atau padang
rumput dengan semak belukar dan hutan kecil sebagai tempat tinggal, maka
pada periode ini kelompok manusia terutama banyak menghuni gua-gua dan
ceruk-ceruk tepi pantai. Beberapa kelompok ada yang memilih menetap tetapi
ada juga yang bersifat setengah menetap (semi sedenter). Mereka sudah mulai
melakukan pembagian kerja. Diantaranya ada kelompok-kelompok yang mulai
mengkhususkan diri berburu hewan tertentu dan membuat peralatan yang lebih
beragam untuk kegiatan-kegiatan khusus.
• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Tradisi alat hidup mereka diantaranya menghasilkan aneka bentuk mata pisau
dan alat-alat batu lainnya, disamping alat tulang.
• Tradisi kepercayaan melalui seni
Tradisi membuat lukisan, yang kemungkinan juga berkaitan dengan kepercayaan
masyarakat sudah mulai muncul pada masa ini. Di wilayah Indonesia timur
banyak ditemukan aneka bentuk lukisan yang catnya terbuat dari bahan
hematit merah. Lukisan-lukisan itu mereka gambar pada dinding-dinding gua
tempat tinggal mereka. Kebanyakan gambar-gambar itu adalah berupa cap
tangan dan babi liar.
c. Tradisi masyarakat prasejarah kepulauan Indonesia masa bercocok
tanam
• Tradisi ekonomi
Tradisi perekonomian masyarakat mengalami perkembangan pada masa ini. Jika
sebelumnya banyak menggantungkan diri pada alam, mereka mulai mencoba
mengupayakan bercocok tanam dan beternak, kendati masih dengan cara yang
sangat sederhana.
Di wilayah timur kepulauan Indonesia masa antara 4.500 hingga 5.000 tahun
lalu, kegiatan cocok tanam perladangan dan peternakan sudah dilakukan. Padi
sudah mulai ditanam di wilayah Sulawesi bagian selatan. Pada waktu yang
sama, tradisi beternak babi dan kambing sudah ada dalam wilayah yang luas
yang meliputi Sulawesi hingga wilayah Timor. Pada waktu yang bersamaan
dengan migrasi bangsa Austronesia ke Indonesia, penduduk Irian juga telah
mengembangkan pertanian mereka sendiri terutama buah-buahan dan
umbi-umbian. Perpaduan antara tradisi pertanin bangsa Austronesia dengan
penduduk Irian telah membentuk pembauran mata pencaharian. Tumbuh-tumbuhan
khasa Melanesia seperti sagu dan kenari dimanfaatkan di wilayah Maluku dan
Irian. Berbeda dengan wilayah lainnya, tanaman padi nampaknya
dikesampingkan di daerah ini.
Seiring dengan berkembangnya pola pikir, teknik dan model pertanian juga
mengalami perkembangan. Mereka menemukan teknik pengairan, perawatan
tanaman dan pemupukan. Dengan demikian pada periode ini telah terjadi
pergeseran tradisi masyarakat dari yang semula bersifat food gathering
berubah menjadi food producing.
• Tradisi sosial
Pada masa ini kehidupan masyarakat ditandai dengan berkembangnya tradisi
neolitik. Manusia mulai menetap di desa-desa dengan jumlah penduduk antara
300 hingga 400 orang. Masyarakat pada masa ini juga telah menjalankan
tradisi “jenjang sosial” dalam kelompok-kelompok kecil masyarakat. Jenjang
sosial itu mereka dasarkan pada sejumlah prinsip tertentu. Prinsip paling
utama adalah para keturunan pendiri permukiman atau yang pertama kali
membuka lahan baru akan cenderung memiliki jenjang atau status sosial yang
tinggi.
Kalau kita melihat masyarakat Austronesia tradisional dimanapun, nenek
moyang selalu mendapat perhatian yang besar baik itu dalam seni maupun
mitologi dan tradisi. Para pemimpin sering memperoleh kekuasaan karena
mereka dapat menunjukkan jejak keturunan yang jelas dari nenek moyang
pendiri marga atau suku. Dengan demikian kerabat pendiri yang mempunyai
jenjang tinggi biasanya berpeluang memegang jabatan sebagai penguasa
sekuler maupun keagamaan orang-orang seperti ini bisa memberi keputusan
atas masalah-masalah desa, berhak menerima sumbangan makanan dan tenaga
dari kelompok pendukung mereka. Mereka ini umumnya menunjukkan status
mereka melalui kepemilikan atas barang-barang lambang kekayaan seperti guci
Cina, manik-manik kuno, bangunan megalitik, senjata-senjata yang bagus,
nekara dan sebagainya. Bukti kemakmuran lain dinyatakan melalui
keberhasilan dalam pertanian dan membiakkan ternak, khususnya babi yang
hasilnya bisa dipakai dalam pesta-pesta bergengsi.
Contoh dari masyarakat yang masih menerapkan sistem berjenjang yang asli
adalah masyarakat Nias bagian selatan di lepas pantai barat Sumatera. Di beberapa
kelompok masyarakat Kalimantan Tengah juga mempunyai sistem kelas yang
didasarkan atas warisan, persekutuan antar keluaga serta kepemilikan
benda-benda yang bernilai tinggi. Kelompok-kelompok masyarakat yang
dimaksud seperti orang Kenyah, Kayan, dan Maloh. Mereka masih
mempertahankan tiga atau empat lapisan sosial mulai dari bangsawan hingga
ke budak. Para pemimpin mempertahankan status mereka melalui perkawinan
campuran dengan keluarga-keluarga pemimpin di desa-desa lain. Pengorbanan
budak dalam upacara kematian seorang pemimpin (seperti di Nias) juga
terjadi di antara orang Kayan dan Melanau di Sarawak.
Dalam hal tradisi yang berkaitan dengan unsur kepercayaan diduga bahwa
masyarakat sudah melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang mereka
disamping kepercayaan akan kekuatan alam. Ada kelompok-kelompok yang mulai
memilih pemimpin, diantara mereka.
• Tradisi kepercayaan
Masyarakat pada masa ini diperkirakan sudah mulai menjalankan tradisi
pemujaan terhadap roh nenek moyang dan kekuatan alam yang dilambangkan atau
disimbulkan dalam bentuk pembuatan patung-patung sebagai sarana pemujaan.
d.Tradisi masyarakat prasejarah
kepulauan Indonesia masa perundagian
• Tradisi ekonomi
Perdagangan antar wilayah yang jauh, dengan komuditas utamanya adalah
alat-alat yang terbuat dari bahan logam ini sudah mulai berkembang.
• Tradisi sosial
Kedua bahan baru tersebut (besi-perunggu dan emas) dalam perkembangannya
menjadi lambang kedudukan atau tingkat sosial (stratifikasi sosial).
• Tradisi pembuatan alat logam
Pada periode tradisi pengecoran logam, besi dan perunggu kemungkinan besar
dikenal dalam waktu yang bersamaan. Pada periode ini manusia telah mampu
membuat alat-alat penunjang kehidupan mereka dari perunggu. Daerah asal
kebudayaan ini adalah di Indo-Cina. Masuk ke Indonesia pada sekitar tahun
500 SM. Di Indonesia, benda-benda hasil
peninggalan zaman perunggu
diantaranya adalah nekara, jenis kapak, bejana, senjata, arca dan
perhiasan. Situs-situs ditemukannya peninggalan perunggu meliputi Jawa,
Bali, Selayar, Luang, Roti dan Leti.
Ada dua teknik pembuatan barang-barang dari perunggu. Teknik pertama adalah
yang dikenal dengan teknik setangkup atau bivalve, dan teknik kedua adalah
teknik cetakan lilin (a cire perdue).
Pertama, teknik bivalve
Teknik cetakan ini menggunakan dua cetakan dengan bentuk sesuai benda yang
diinginkan yang dapat ditangkupkan. Cetakan diberi lubang pada bagian
atasnya dan dari lubang tersebut kemudian dituangkan cairan logam. Bila
sudah dingin, cetakan baru dibuka.
Kedua, teknik cetakan lilin (a cire perdue)
Teknik cetakan lilin menggunakan bentuk bendanya yang terlebih dahulu
dibuat dari lilin yang berisi tanah liat sebagai intinya. Bentuk lilin
dihias menurut keperluan dengan berbagai pola hias. Bentuk lilin yang sudah
lengkap kemudian dibungkus dengan tanah liat. Pada bagian atas dan bawah
diberi lubang. Dari lubang bagian atas kemudian dituangkan cairan perunggu
dan dari lubang di bawah mengalir lelehan lilin. Bila cairan perunggu yang
dituang sudah dingin, cetakan dipecah untuk mengambil bendanya yang sudah
jadi. Cetakan seperti ini hanya dapat digunakan sekali saja.
Disamping tradisi pembuatan alat-alat perunggu manusia pada periode ini
sudah mampu melebur bijih-bijih besi dalam bentuk alat-alat yang sesuai
dengan keinginan dan kegunaannya. Benda-benda besi yang banyak ditemukan di
Indonesia antara lain berupa mata kapak (banyak ditemukan dalam peti kubur
batu di daerah Gunung Kidul, Jawa Tengah), berbagai jenis pisau dalam
berbagai ukuran, mata sabit yang berbentuk melingkar, tajak, mata tombak,
gelang-gelang besi dan sebagainya. Disamping perunggu dan besi, emas juga
telah dimanfaatkan utamanya untuk membuat perhiasan dan benda-benda
persembahan kubur.
• Tradisi penguburan
Dalam tradisi penguburan, masyarakat juga mempraktekkan bentuk-bentuk
“penguburan sekunder”. Artinya setelah mayat dikubur dalam waktu yang lama,
kuburnya kemudian dibongkar kembali, tulang-tulang yang sudah bersih dari
daging kemudian disimpan dalam wadah khusus. Tradisi lain yang berkaitan
dengan penguburan adalah kebiasaan menggunakan bangunan-bangunan megalitik.
Tradisi ini antara lain ada di Sulawesi dan Borneo.
Khusus di Kalimantan, tepatnya pada masyarakat Dayak secara umum yang ada
Kalimantan Timur, tradisi penguburan yang lazim dilakukan adalah penguburan
sekunder. Pada awalnya masyarakat Dayak menggunakan gua sebagai tempat
penguburan tetapi dalam perkembangannya pemanfaatan gua sebagai tempat
penguburan mulai ditinggalkan. Memasuki masa megalitik, penguburan dengan
menggunakan tempayan, dolmen mulai berkembang. Hal ini dibuktikan dengan
banyak ditemukannya dolmen dan tempayan kubur di daerah sepanjang hulu
Sungai Bahau, Kecamatan Long Pujungan, Kabupaten Malinau.
Di Jawa pada jaman sebelum pengaruh India masuk, ada pula tradisi pembuatan
“rumah-rumah mayat” yang diletakkan di atas tiang-tiang yang digunakan
untuk penguburan sekunder. Di Kalimantan, terutama di Kecamatan Putussibau,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat dimana suku Dayak Taman tinggal,
tradisi penguburan dengan membuat “rumah-rumah mayat” disebut dengan
kulambu. Merupakan pondok penyimpanan lungun atau peti jenazah orang yang
tumate atau telah meninggal. Di pondok itulah jenazah para leluhur, orang
tua dan anak-anak disemayamkan. Dalam kulambu tidak hanya diisi lungun saja
tetapi juga ipalolaang mate atau benda-benda yang disertakan pada jasad,
yang kemungkinan besar adalah sebagai bekal kubur.
e. Tradisi masyarakat pada masa
transisi prasejarah menuju sejarah
• Tradisi ekonomi
Masyarakat prasejarah Indonesia pada waktu beralih ke periode sejarah
berada dalam periode bercocok tanam dan penggunaan logam. Bangsa
Austronesia yang berekspansi ke kepulauan Indonesia membawa serta tradisi
ekonomi yang sepenuhnya pertanian (cocok tanam), termasuk tanaman padi.
Disamping itu mereka juga mengenalkan tembikar dan alat baru, yaitu beliung
batu bertajaman satu sisi. Meski demikian masyarakat kepulauan Indonesia
masih melakukan aktivitas berburu dan mengumpulkan makanan baik di darat
maupun di laut.
Pemburu dan pengumpul makanan non-Austronesia mengalami penurunan dalam
jumlah yang terus berkurang selama seribu tahun ekspansi Austronesia.
Selama seribu tahun, antara 500 SM hingga 500 M, kepulauan Indonesia
tergabung dalam lingkungan interaksi budaya yang luas. Perkembangan dan
pengenalan unsur budaya baru yang utama pada masa ini diantaranya adalah
metalurgi dan budidaya sapi dan kerbau yang muncul bersamaan dengan
meningkatnya peran pertanian padi berteras dan beririgasi di daerah-daerah
tertentu.
• Tradisi sosial
Pada masa peralihan ini, penelitian menunjukkan bahwa secara sosial
masyarakat telah tersusun secara lebih komplek dengan melembagakan
stratifikasi sosial dan sistem kepemimpinan. Tradisi kehidupan sosial
mereka dapat diterangkan sebagai berikut:
Para pemimpin masyarakat dan pembantu mereka bertanggung jawab atas
kelangsungan dan kesejahteraan masyarakat. Model kepemimpinan didasarkan
atas kepercayaan dan bukan pada kekuasaan yang diwariskan. Ini berbeda
dengan periode sebelumnya, dimana model kepemimpinan masyarakat lebih di
dasarkan pada kekuasaan yang diwariskan. Orang yang memperlihatkan
kemampuan memimpin akan dihormati dan dihargai setelah meninggal.
• Tradisi penguburan
Pada abad pertama tarik masehi, tradisi penguburan baik dengan tempayan
maupun sarkofagus mencerminkan kedudukan sosial. Orang yang dikubur dalam
suatu wadah bersama benda bekal kubur memiliki kedudukan sosial berbeda
dibanding dengan mereka yang dikubur tanpa peti mati. Bekal kubur itu
diantaranya adalah berupa kapak segi empat, gelang batu, gerabah tanah
liat, alat-alat besi, gelang perunggu, manik-manik dari kaca. Disamping
pemberian bekal kubur tempat penguburan berupa kubur batu dengan dinding
yang dilukis juga menunjukkan penghormatan tersebut. Beberapa kubur lempeng
batu dan peti batu (sarkofagus) diantaranya ditemukan di Bondowoso (Jawa
Timur), Kuningan (Jawa Barat).
Disamping di wilayah barat Indonesia, kebiasaan mengubur mayat bersama
bekal kubur berkembang pula di wilayah timur Indonesia. Penggalian situs
Melolo (Sumba Timur) mengungkap tentang tradisi pemakaman dengan bekal
kubur. Situs ini berisi juga ratusan kubur sekunder dengan tulang-tulang
orang yang meninggal dimasukkan dalam kotak batu bergaris tengah 25 – 50 cm
berikut benda-benda seperti manik-manik, perhiasan dari kerang dan batu
serta tembikar termasuk kendi berleher panjang.
Local genius masyarakat Indonesia masa peralihan
Menurut Brandes, pada akhir zaman prasejarah atau masa menjelang zaman
sejarah nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki 10 macam kepandaian
utama.
• Kepandaian bersawah
Dimulai pada jaman neolitikum dengan sistem huma. Berkembang sampai jaman
perundagian dengan menggunakan lahan basah (pola pertanian menetap).
• Kemampuan berlayar
• Dilakukan dengan memanfaatkan perahu bercadik yang menjadi ciri khas
masyarakat maritim Indonesia.
• Mengenal astronomi atau ilmu perbintangan
• Pengaturan masyarakat
Dimulai pada jaman megalitikum, yang ditandai munculnya “perkampungan”
tradisional dan adanya pemimpin masyarakat yang dipilih secara musyawarah.
• Mengenal sistem macapat
Yaitu suatu tata cara dalam menata wilayah yang didasarkan pada pembangunan
4 tempat penting, yaitu pasar, tempat ibadah, penjara dan istana.
• Kepandaian dalam hal pertunjukan wayang
Berawal dari kepercayaan pada roh nenek moyang yang meninggal.
• Kepandaian dalam hal seni gamelan
Dipakai untuk mengiringi pertunjukan wayang atau mengiringi upacara
keagamaan.
• Kepandaian dalam hal membatik dan menenun
• Kepandaian membuat alat-alat dari logam
Dimulai sejak jaman prasejarah. Dan berkembang pada periode perundagian.
• Kemampuan dalam perdagangan
• Kemampuan bidang ini terkait dengan kemampuan bangsa Indonesia dalam
bidang pelayaran. Pada awalnya dilakukan dengan sistem barter.
3. Jejak Sejarah
Dalam Sejarah Lisan di Berbagai Daerah di Indonesia
Diantara banyak bahasa dan dialek di Indonesia, hanya delapan yang memiliki
sastra tertulis. Beberapa daerah tertentu di Indonesia tulisan merupakan
hal baru. Masyarakat yang tidak mengenal aksara ini memelihara dan
menyampaikan pengetahuannya (adat kebiasaan, sejarah, ajaran moral, agama,
kedudukan sosial dan sebagainya) sangat mengandalkan kata lisan. Tradisi
lisan ini terpelihara secara turun-temurun dalam bentuk misalnya cerita
rakyat, mitologi, dongeng dan legenda.
a. Jejak Sejarah Dalam cerita rakyat
Cerita rakyat adalah tradisi lisan yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat tertentu. Cerita rakyat bisa dikategorikan dalam tradisi lisan
(oral tradition), sebagai oral testimony transmitted verbally, from one
generation to the next one or more. Tradisi lisan ini terbatas pada
kebudayaan lisan pada masyarakat yang belum mengenal tulisan. Cerita rakyat
sebagai tradisi lisan berkembang dari jaman ke jaman yang diceritakan
secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tema cerita
sangat beragam, ia bisa berkaitan dengan kerajaan, kehidupan penguasa
(raja), dewa, orang-orang yang dianggap suci, dan sebagainya.
b.Jejak Sejarah Dalam Mitologi
Secara sederhana mitos (mite) dapat didefinisikan sebagai bentuk cerita
rakyat yang kebenarannya dianggap sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi,
bahkan dianggap suci oleh masyarakat dimana mitos itu berkembang. Contoh:
cerita tentang terjadinya gunung Tengger, gunung Batok, cerita tentang
Barong, Leak (Bali) dan sebagainya.
c. Jejak Sejarah Dalam Dongeng
Adalah cerita rakyat yang berkembang pada masyarakat tertentu yang nilai
kebenarnya tidak pernah ada, di dalamnya hanya terdapat khayalan. Ia
lebih bersifat hiburan, dan berisi ajaran moral dan kebaikan. Contoh:
dongeng tentang binatang tertentu, dongeng tentang tokoh manusia dan
sebagainya.
d. Jejak Sejarah Dalam Legenda
Sama seperti mitos, legenda merupakan cerita rakyat yang dianggap
benar-benar terjadi. Hal yang membedakan adalah bahwa tema dalam legenda
lebih bersifat keduniawian. Contoh: cerita tentang Calon Arang, legenda
tentang si manis jembatan ancol dan sebagainya.
4. Nilai, Norma dan Tradisi yang Diwariskan Dalam Sejarah Lisan
Indonesia
Sejarah lisan merupakan karya sastra daerah yang disampaikan secara lisan
oleh pendukung sastra lisan tersebut. Hampir semua daerah di Indonesia
memiliki dan mengenal sastra lisan. Bentuk penyampaian sastra lisan ini
antara lain melalui tukang cerita. Selain berbentuk cerita prosa,
penyampaian sastra lisan juga berbentuk sajak, peribahasa dan pantun
Sejarah atau kisah lisan memiliki beberapa kaidah atau norma pokok sebagai
berikut:
• Lazimnya menggunakan pola dan susunan baku untuk membantu pencerita
memproses ucapan dan mengingat teksnya
• Cerita tersusun dari serangkaian perisitiwa yang benar-benar terjadi atau
hanya sekedar dongeng khayalan.
• Pencerita mengikuti kerangka kerja dasar tetapi tidak ada antar pencerita
satu dengan yang lain yang memiliki cara yang sama dalam menceritakan satu
kisah. Mereka akan menambhkan gaya dan sikapnya sendiri, memperbesar peran
tokoh tertentu yang mereka sukai atau sebaliknya memperkecil peran tokoh
yang tidak disukai, menambah kelucuan dan lain sebagainya.
Tradisi lisan di Indonesia saat ini semakin tidak berkembang, kalah dengan
radio, televisi ataupun media cetak. Meneruskan pengetahuan yang terwujud
dalam tradisi lisan atau “tulisan di lidah” merupakan tantangan bagi
kebudayaan dan masyarakat Indonesia yang sedang berubah, seperti saat
sekarang ini.
SOAL
Jawablah pertanyaan di bawah ini !
1.Melalui cerita rakyat, generasi tua ingin mewariskan nilai dan norma kepada
generasi muda sehingga dapat mengenalnya. Cerita
rakyat biasanya menggunakan bahasa…
a.
Indonesia d.
prokem
b.
Daerah e.
melayu
c.
Pergaulan
2.Cerita “ terjadinya Candi Prambanan” merupakan contoh cerita rakyat yang
berbentuk…
a.
Legenda d. epos
b.
Mitos e.
serenade
c.
Fabel
3.Kepandaian
berlayar menunjukkan bahwa nenek moyang kita bahasa bahari. Hal ini ditunjukkan pada
relief perahu bercadik yang terdapat di..
a.
Candi Borobudur d. Candi
Mendut
b.
Candi Prambanan e. Candi
Prawon
c.
Candi Kalasan
Essai!
4.Sebutkan langkah-langkah penelitian sejarah!
5.Apa yang dimaksud sejarah kontemporer?
6.Apa paerbedaan historiografi colonial dan historiografi
nasional?
7.Sebutkan cirri-ciri historiografi tradisional!
8Tuliskan contoh peninggalan dan peristiwa sejarah!
9.Kapan masa pra-aksara bangsa Indonesia berakhir?
10.Bagaimana cara masyarakat masa pra-aksara mewariskan masa
lalunya?
|
Iron Strike - titanium price per ounce - Tioga Cartridge for Sale
BalasHapusThe Iron Strike Titanium Cartridge titanium piercings is titanium flask a custom made replica of womens titanium wedding bands the Iron Strike Iron ford fusion hybrid titanium Strike Iron Strike II cartridge and carries a traditional steel blade Type: Iron strike (90.00)Features: Iron tittanium strikeMaterial: Aluminum